Selamat Datang di EXPOSE PACITAN dan Perbaharui Informasi Terbaru Untuk Anda di Sini, Terima Kasih Telah Berkunjung Semoga Bermanfaat

Selasa, 08 Oktober 2013

Dua Permasalahan Penting di Pacitan Disorot Komnas HAM


Pacitan - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) sedang mencermati 2 permasalahan di Kabupaten Pacitan, Jawa Timur. 2 Permasalahan ini dianggap berpotensi menimbulkan dampak sosial bagi masyarakat.

2 Masalah itu adalah proses ganti rugi lahan proyek Pelabuhan Niaga Gelon di Desa Kembang, Kecamatan Pacitan dan tambang tembaga di Desa Kluwih, Kecamatan Tulakan.

"Yang tampaknya harus segera diselesaikan adalah di Kembang (ganti rugi lahan proyek pelabuhan) dan GLI (tambang tembaga),” kata Ketua Komnas HAM Siti Noor Laila, saat berada di Pacitan, Selasa (8/10/2013) siang.

Selain masalah ganti rugi lahan proyek pelabuhan niaga Gelon dan limbah penambangan PT Gemah Limpah Internusa (GLI), dua masalah lain yang disorot adalah pembebasan lahan proyek Jalan Lintas Selatan (JLS) dan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Sudimoro.

Pada kasus pencemaran tambang, terang Siti, jika musim hujan zat-zat berbahaya ikut terbawa air menuju sungai. Akibatnya aliran sungai menjadi tercemar logam berat. Perusahaan tambang belum mampu memisahkan antara tembaga, seng, dan air.

Meski belum ada rekomendasi, Siti mengungkapkan dari diskusi dengan pemerintah daerah ada kesepahaman bersama untuk segera menghentikan pencemaran lingkungan. Untuk menindaklanjutinya, pada Kamis (10/10/2013) mendatang akan dilakukan mediasi antara warga dan pemerintah daerah dengan melibatkan Komnas HAM.

Soal tuntutan warga terkait ganti rugi lahan proyek pelabuhan niaga Gelon di Desa Kembang, sesuai laporan yang diterima Komnas HAM masih ada 11 pemilik lahan menolak uang konsinyasi di Pengadilan Negeri (PN) Pacitan dengan nilai total ganti rugi sebesar Rp 2 miliar.

Penolakan tersebut, kata Siti, terjadi lantaran ada selisih harga lahan per meter antara pemilik satu dengan lainnya. Ada sebuah lahan yang dihargai Rp 20 ribu per meter persegi. Tetapi ada pemilik lahan lain yang menerima Rp 65 ribu per meter persegi.

Pihak pemda menyatakan perbedaan harga terjadi karena berbagai pertimbangan. Seperti perhitungan nilai jual obyek pajak (NJOP), lokasi maupun aset yang ada di lahan itu sendiri.

"Kami akan melihat dulu dan mengecek kebenaran pengaduan masyarakat. Kemudian kami komunikasikan dengan pihak terkait untuk penyelesaiannya," pungkas Siti.



Sumber : DetikNews

Tidak ada komentar:

Posting Komentar