BAB I
PENDAHULUAN
A.
LatarBelakang
Retorika modern adalah gabungan yang
serasi antara pengetahuan, fikiran , kesenian dan kesanggupan berbicara. Dalam
bahasa percakapan atau bahasa populer, retorika berarti pada tempat yang tepat,
pada waktu yang tepat, atas cara yang lebih efektif, mengucapkan kata – kata
yang tepat, benar dan mengesankan . ini berarti orang harus dapat berbicara
jelas, singkat dan efektif
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Retorika Modern?
2. Siapa Tokoh pada Retorika Modern ?
3. Apa prinsip-prinsip dasar Retorika Modern ?
C. Tujuan Pembahasan
1.
Mengetahui pengertian dari Retorika Modern
2.
Mengetahui tokoh – tokoh dari Retorika Modern
3.
Mengetahui Prinsip – prinsip dasar Retorika
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Retorika
Modern
Retorika modern diartikan
sebagai seni berbicara atau kemampuan untuk
berbicara dan berkhotbah (Hendrikus, 1991); sehingga efektivitas penyampaian
pesan dalam retorika sangat dipengaruhi oleh teknik atau keterampilan berbicara
komunikator.
Abad Pertengahan berlangsung
selama seribu tahun (400-1400). Di Eropa, selama periode panjang itu, warisan
peradaban Yunani diabaikan. Pertemuan orang Eropa dengan Islam - yang
menyimpan dan mengembangkan khazanah Yunani - dalam Perang Salib menimbulkan
Renaissance. Salah seorang pemikir Renaissance yang menarik kembali minat orang
pada retorika adalah Peter Ramus. Ia membagi retorika pada dua bagian. Inventio
dan dispositio dimasukkannya sebagai bagian logika. Sedangkan
retorika hanyalah berkenaan dengan elocutio dan pronuntiatio saja.
Taksonomi Ramus berlangsung selama beberapa generasi.
Renaissance mengantarkan kita
kepada retorika modern. Yang membangun jembatan, menghubungkan Renaissance
dengan retorika modern adalah Roger Bacon (1214-1219). Ia bukan saja
memperkenalkan metode eksperimental, tetapi juga pentingnya pengetahuan tentang
proses psikologis dalam studi retorika. Ia menyatakan, "... kewajiban
retorika ialah menggunakan rasio dan imajinasi untuk menggerakkan kemauan
secara lebih baik". Rasio, imajinasi, kemauan adalah fakultas-fakultas
psikologis yang kelak menjadi kajian utama ahli retorika modern.
Aliran pertama retorika dalam
masa modern, yang menekankan proses psikologis, dikenal sebagai aliran
epistemologis. Epistemologi membahas "teori pengetahuan";
asal-usul, sifat, metode, dan batas-batas pengetahuan manusia. Para pemikir
epistemologis berusaha mengkaji retorika klasik dalam sorotan perkembangan
psikologi kognitif (yakni, yang membahas proses mental).
George Campbell (1719-1796),
dalam bukunya The Philosophy of Rhetoric, menelaah tulisan Aristoteles,
Cicero, dan Quintillianus dengan pendekatan psikologi fakultas (bukan fakultas
psikologi). Psikologi fakultas berusaha menjelaskan sebab-musabab perilaku
manusia pada empat fakultas - atau kemampuan jiwa manusia: pemahaman, memori,
imajinasi, perasaan, dan kemauan. Retorika, menurut definisi Campbell, haruslah
diarahkan kepada upaya "mencerahkan pemahaman, menyenangkan imajinasi,
menggerakkan perasaan, dan mempengaruhi kemauan".
Richard Whately mengembangkan
retorika yang dirintis Campbell. Ia mendasarkan teori retorikanya juga pada
psikologi fakultas. Hanya saja ia menekankan argumentasi sebagai fokus
retorika. Retorika harus mengajarkan bagaimana mencari argumentasi yang tepat
dan mengorganisasikannya secara baik. Baik Whately maupun Campbell menekankan
pentingnya menelaah proses berpikir khalayak. Karena itu, retorika yang
berorientasi pada khalayak (audience-centered) berutang budi pada kaum
epistemologis - aliran pertama retorika modern.
Aliran retorika modern kedua
dikenal sebagai gerakan belles lettres (Bahasa Prancis: tulisan yang
indah). Retorika belletris sangat mengutamakan keindahan bahasa, segi-segi
estetis pesan, kadang-kadang dengan mengabaikan segi informatifnya. Hugh Blair
(1718-1800) menulis Lectures on Rhetoric and Belles Lettres. Di sini ia
menjelaskan hubungan antara retorika, sastra, dan kritik. Ia memperkenalkan
fakultas citarasa (taste), yaitu kemampuan untuk memperoleh kenikmatan dari
pertemuan dengan apa pun yang indah. Karena memiliki fakultas citarasa, Anda
senang mendengarkan musik yang indah, membaca tulisan yang indah, melihat
pemandangan yang indah, atau mencamkan pidato yang indah. Citarasa, kata Blair,
mencapai kesempurnaan ketika kenikmatan inderawi dipadukan dengan rasio -
ketika rasio dapat menjelaskan sumber-sumber kenikmatan.
Aliran pertama (epistemologi)
dan kedua (belles lettres) terutama memusatkan perhatian mereka pada persiapan
pidato - pada penyusunan pesan dan penggunaan bahasa. Aliran ketiga - disebut gerakan
elokusionis - justru menekankan teknik penyampaian pidato. Gilbert Austin,
misalnya memberikan petunjuk praktis penyampaian pidato, "Pembicara tidak
boleh melihat melantur. Ia harus mengarahkan matanya langsung kepada
pendengar, dan menjaga ketenangannya. Ia tidak boleh segera melepaskan seluruh
suaranya, tetapi mulailah dengan nada yang paling rendah, dan mengeluarkan
suaranya sedikit saja; jika ia ingin mendiamkan gumaman orang dan mencengkeram
perhatian mereka". James Burgh, misal yang lain, menjelaskan 71 emosi dan
cara mengungkapkannya.
Dalam perkembangan, gerakan
elokusionis dikritik karena perhatian - dan kesetiaan - yang berlebihan pada
teknik. Ketika mengikuti kaum elokusionis, pembicara tidak lagi berbicara dan
bergerak secara spontan. Gerakannya menjadi artifisial. Walaupun begitu, kaum
elokusionis telah berjaya dalam melakukan penelitian empiris sebelum merumuskan
"resep-resep" penyampaian pidato. Retorika kini tidak lagi ilmu
berdasarkan semata-mata "otak-atik otak" atau hasil perenungan
rasional saja. Retorika, seperti disiplin yang lain, dirumuskan dari hasil
penelitian empiris.
B. Tokoh-Tokoh Retorika Modern
Pada abad
kedua puluh, retorika mengambil manfaat dari perkembangan ilmu pengetahuan
modern - khususnya ilmu-ilmu perilaku seperti psikologi dan sosiologi. Istilah retorika pun mulai
digeser oleh speech, speech communication, atau oral communication, atau
public speaking. Di bawah ini diperkenalkan sebagian dari tokoh-tokoh
retorika mutakhir :
1. James A Winans
Ia adalah perintis penggunaan
psikologi modern dalam pidatonya. Bukunya, Public Speaking, terbit tahun
1917 mempergunakan teori psikologi dari William James dan E.B. Tichener.
Sesuai dengan teori James bahwa tindakan ditentukan oleh perhatian, Winans, mendefinisikan
persuasi sebagai "proses menumbuhkan perhatian yang memadai baik dan tidak
terbagi terhadap proposisi-proposisi". Ia menerangkan pentingnya
membangkitkan emosi melalui motif-motif psikologis seperti kepentingan pribadi,
kewajiban sosial dan kewajiban agama. Cara berpidato yang bersifat percakapan
(conversation) dan teknik-teknik penyampaian pidato merupakan pembahasan yang
amat berharga. Winans adalah pendiri Speech Communication Association of America
(1950).
2. Charles Henry Woolbert
Ia pun termasuk pendiri the
Speech Communication Association of America. Kali ini psikologi yang amat
mempengaruhinya adalah behaviorisme dari John B. Watson. Tidak heran kalau
Woolbert memandang "Speech Communication" sebagai ilmu tingkah laku.
Baginya, proses penyusunan pidato adalah kegiatan seluruh organisme. Pidato
merupakan ungkapan kepribadian. Logika adalah dasar utama persuasi. Dalam
penyusunan persiapan pidato, menurut Woolbert harus diperhatikan hal-hal berikut:
(1) teliti tujuannya, (2) ketahui khalayak dan situasinya, (3) tentukan
proposisi yang cocok dengan khalayak dan situasi tersebut, (4) pilih kalimat-kalimat
yang dipertalikan secara logis. Bukunya yang terkenal adalah The Fundamental
of Speech.
3. William Noorwood Brigance
Berbeda dengan Woolbert yang
menitikberatkan logika, Brigance menekankan faktor keinginan (desire) sebagai
dasar persuasi. "Keyakinan", ujar Brigance, "jarang merupakan
hasil pemikiran. Kita cenderung mempercayai apa yang membangkitkan keinginan
kita, ketakutan kita dan emosi kita". Persuasi meliputi empat unsur: (1)
rebut perhatian pendengar, (2) usahakan pendengar untuk mempercayai kemampuan
dan karakter Anda, (3) dasarkanlah pemikiran pada keinginan, dan (4) kembangkan
setiap gagasan sesuai dengan sikap pendengar.
4. Alan H. Monroe
Bukunya, Principles and Types
of Speech, banyak kita pergunakan dalam buku ini. Dimulai pada pertengahan
tahun 20-an Monroe beserta stafnya meneliti proses motivasi (motivating
process). Jasa, Monroe yang terbesar adalah cara organisasi pesan. Menurut
Monroe, pesan harus disusun berdasarkan proses berpikir manusia yang disebutnya
motivated sequence.
Beberapa sarjana retorika modern
lainnya yang patut kita sebut antara lain A.E. Philips (Effective Speaking,
1908), Brembeck dan Howell (Persuasion: A Means of Social Control, 1952),
R.T. Oliver (Psychology of Persuasive Speech, 1942). Di Jerman, selain
tokoh "notorious" Hitler, dengan bukunya Mein Kampf, maka
Naumann (Die Kunst der Rede, 1941), Dessoir (Die Rede als Kunst,
1984) dan Damachke (Volkstumliche Redekunst, 1918) adalah pelopor
retorika modern juga.
Dewasa ini retorika sebagai public
speaking, oral communication, atau speech communication -diajarkan
dan diteliti secara ilmiah di lingkungan akademis. Pada waktu mendatang, ilmu
ini tampaknya akan diberikan juga pada mahasiswa-mahasiswa di luar ilmu sosial.
Dr. Charles Hurst mengadakan penelitian tentang pengaruh speech courses terhadap
prestasi akademis mahasiswa. Hasilnya membuktikan bahwa pengaruh itu cukup
berarti. Mahasiswa yang memperoleh pelajaran speech (speech group)
mendapat skor yang lebih tinggi dalam tes belajar dan berpikir, lebih
terampil dalam studi dan lebih baik dalam hasil akademisnya dibanding dengan
mahasiswa yang tidak memperoleh ajaran itu. Hurst menyimpulkan:
Data penelitian ini
menunjukkan dengan jelas bahwa kuliah speech
tingkat dasar adalah agen synthesa,
yang memberikan dasar skematis bagi mahasiswa untuk berpikir lebih
teratur dan memperoleh penguasaan yang lebih baik terhadap aneka fenomena yang
membentuk kepribadian.
Penelitian ini menjadi penting
bagi kita, bukan karena dilengkapi dengan data statistik yang meyakinkan atau
karena berhasil memberikan gelar doktor bagi Hurst, tetapi karena erat
kaitannya dengan prospek retorika di masa depan.
A.
Prinsip-Prinsip Dasar Retorika Modern
Prinsip-prinsip
dasar retorika modern/ retorika komposisi:
1.
Penguasaan secara aktif sejumlah besar
kosa kata bahasa yang dikuasainya. Semakin besar jumlah kosa kata yang dikuasai
secara aktif, semakin mampu memilih kata-kata yang tepat untuk menyampaikan
pikiran.
2.
Penguasaan secara aktif kaidah-kaidah
ketatabahasaan yang memungkinkan penulis mempergunakan bermacam-macam bentuk
kata dengan nuansa dan konotasi yang berbeda-beda. Kaidah-kaidah ini meliputi
bidang fonologi, morfologi, dan sintaksis.
3.
Mengenal dan menguasai bermacam-macam
gaya bahasa, dan mampu menciptakan gaya yang hidup dan baru untuk lebih
memudahkan penyampaian pikiran penulis.
4.
Memiliki kemampuan penalaran yang
baik, sehingga pikiran penulis dapat disajikan dalam suatu urutan yang teratur
dan logis.
5.
Mengenal ketentuan-ketentuan teknis
penyusunan komposisi tertulis, sehingga mudah dibaca dan dipahami, disamping
bentuknya dapat menarik pembaca. Ketentuan teknis disini dimaksudkan dengan:
masalah pengetikan/ pencetakan, cara penyusunan bibliografi, cara mengutip, dan
sebagainya.
6.
Dengan demikian pencorakan komposisi
dalam retorika modern akan meliputi bentuk karangan yang disebut: eksposisi,
argumentasi, deskripsi, dan narasi.
7.
Eksposisi adalah suatu bentuk retorika
yang tujuannya adalah memperluas pengetahuan pembaca, agar pembaca tahu
mengenai apa yang diuraikan.
8.
Argumentasi merupakan teknik untuk
berusaha mengubah dan mempengaruhi sikap pembaca.
9.
Deskripsi menggambarkan obyek uraian sedemikian
rupa sehingga barang atau hal tersebut seolah-olah berada di depan mata
pembaca.
10. Narasi merupakan teknik retorika untuk
mengisahkan kejadian –kejadian yang ingin disampaikan penulis sedemikian rupa,
sehingga pembaca merasakan seolah-olah ia sendiri yang mengalami peristiwa
tersebut.